Badan Strategi Kebijakan Dalam Negeri (BSKDN) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) menekankan pentingnya peran partai politik (parpol) dalam memperkuat sistem demokrasi di Indonesia. Sejalan dengan itu, Sekretaris BSKDN Noudy R.P. Tendean meminta parpol untuk mengoptimalkan proses rekrutmen dan kaderisasi demi terbentuknya kader-kader berkualitas yang siap mengemban tugas dan tanggung jawab sebagai pemimpin.
“Idealnya partai politik ini dapat berperan sebagai penghubung antara pemerintah dan masyarakat, sehingga berbagai kebijakan yang ditetapkan pemerintah berpihak pada kepentingan dan aspirasi masyarakat,” ungkap Noudy saat memberi sambutan dalam Seminar Strategi Optimalisasi Peran dan Fungsi Partai Politik untuk Penguatan Demokrasi di Indonesia di Hotel Acacia, Jakarta, Rabu (19/6/2024).
Dia mengatakan, rekrutmen dan kaderisasi yang optimal akan membantu parpol menyaring calon pemimpin yang memiliki komitmen dan kapabilitas untuk membawa perubahan yang positif bagi bangsa. “Parpol memiliki posisi strategis dalam sistem demokrasi, yakni menjadi poros dalam proses demokrasi,” tambah Noudy.
Kendati demikian, kata Noudy, kurang optimalnya proses rekrutmen dan kaderisasi partai disebabkan oleh belum adanya sistem kaderisasi yang jelas. Hal ini menyebabkan sumber rekrutmen politik cenderung masih mengikuti garis yang ditentukan oleh faktor primordial seperti agama, hubungan daerah, kesamaan daerah, faktor kesetiaan, hingga kedekatan dengan pemimpin partai. “[Masalah lainnya] adanya dominasi pimpinan partai dalam proses seleksi calon anggota legislatif,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan Penjabat (Pj.) Wali Kota Parepare Akbar Ali. Menurutnya, keterbatasan finansial juga menghambat parpol dalam melaksanakan kaderisasi bahkan pendidikan politik kepada anggota partai dan masyarakat. Padahal, pendidikan politik sangat penting untuk mendorong partisipasi aktif dan tanggung jawab warga negara dalam pelaksanaan demokrasi.
“Mereka (parpol) akhirnya dalam melaksanakan rekrutmen anggota mengambil dari mereka yang memiliki popularitas di tengah masyarakat, namun secara intelektual terbatas,” tambah Akbar.
Sementara itu, peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Syarif Hidayat membenarkan berbagai pandangan tersebut. Secara umum berdasarkan data Indeks Demokrasi Indonesia (IDI) Indonesia dinilai telah cukup berhasil menjaga partisipasi pemilih dalam Pemilihan Umum (Pemilu). Kendati secara kuantitas lembaga maupun aturan main demokrasi telah dihadirkan, secara kualitas praktik yang berlangsung masih belum mencerminkan karakter demokrasi yang substantif. Hal ini lantaran minimnya kapasitas akibat sistem kaderisasi yang kurang optimal.
“Oleh karena itu partai politik itu menjadi sangat penting, untuk kemudian diperbaiki perannya [khususnya dalam rekrutmen dan kaderisasi],” jelasnya.
Di lain sisi, Guru Besar Fakultas Psikologi Universitas Indonesia (UI) Hamdi Muluk menyoroti isu penyederhanaan parpol. Hal itu menurutnya perlu dipikirkan secara serius sebagai upaya untuk mengoptimalkan peran parpol. Sebab dengan sedikit parpol, tapi benar-benar mengakar dan berbasis kebutuhan ideologis masyarakat, dinilai akan lebih efektif.
“Catatan demokrasi kita yang serius sampai kapan kita mau memelihara multipartai, ujung-ujungnya KKN. Semua keputusan output-nya tawar menawar. Itu bahayanya,” pungkasnya.